Pendiri Pondok pesantren Sunan Ampel ini adalah beliau KH. Mahfudz Anwar ( Putra dari KH. Anwar : Pendiri Pondok tarbiyatun Nasyi’in Pacul gowang Jombang ) dengan Istri Tercintanya Hj. Abidah ( Putri KH. Ma’shum Ali menantu KH. Hasyim Asy’ari dengan Putrinya Hj. Koiriyah hasyim ). KH. Mahfudz ( Selanjutnya di tulis mahfudz muda.red ) menamatkan sekolah dasarnya di pesantren Ayahnya sendiri di Paculgowang, kemudian melanjutkan ke Pondok Tebuireng berguru kepada Hadrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari mulai dari Shifir awal, tsani, 1 sampai 6. Jadi Beliau di Tebuireng selama 8 tahun. Setelah itu beliau mengajar di Pondok tersebut
Ditengah-tengah kesibukannya mengajar, Beliau menyempatkan diri belajar Ilmu Falaq di pesantren Seblak di bawah naungan KH. Ma’shum Ali bersama Hj. Khoiriyah Hasyim. Dari sinilah kecerdasan dan ketekunan Mahfudz muda kelihatan, sehingga KH. Ma’shum Ali tertarik untuk mengambilnya sebagai menantu. Hal ini terasa wajar karena tradisi masa itu biasanya seorang Kyai rata-rata menjadikan Murid terbaiknya sebagai menantu demi kesinambungan kepemimpinan pesantren. Akhirnya hal itu diberitahukan kepada Mahfudz Muda dan Keluarganya. Setelah semuanya setuju, maka dilangsungkanlah pernikahan antara Mahfudz Muda (25 th) dengan Hj. Abidah (9 Th).
Setelah nikah Mahfudz masih terus mengajar di pesantren Tebuireng pada waktu siang hari dan pesanren Seblak pada waktu malam hari, dan mereka baru berkumpul secara resmi sebagai sebuah rumah tangga ( Suami –Istri ) pada waktu Hj. Abidah berusia 11 Th.
Setelah KH. Ma’shum Ali meninggal dunia pada tahun 1933 M (usia 33 Th ), pesantren diserahkan kepada Mahfudz Muda ( Selanjutnya ditulis KH. Mahfudz Anwar ). Kebetulan Anak KH. Ma’shum Ali hanya dua dan semuanya Putri, yaitu :Abidah dan Jamilah. Setelah itu, pada Tahun 1947 selang 4 Th wafatnya KH. Ma’shum Ali, Hj. Khoiriyah Hasyim menikah lagi dengan K. Muhaimin (46 Th). K. Muhaimin langsung pergi ke Tanah Suci Mekkah selama 18 th bersama Hj. Khoiriyah Hasyim sampai akhirnya K. Muhaimin meninggal disana. Setelah meninggalnya KH. Muhaimin, Hj. Khoiriyah Hasyim kembali ke Tebuireng bersama orang Mekkah yang selalu setia mengabdi kepada Hj. Khoiriyah Hasyim. Orang itu namanya Masykuri. Setelah itu Hj. Khoiriyah memimpin pondok Seblak bersama dengan Masykuri, keponakan K. Muhaimin ( Muhsin Zuhdi ) dan beberapa putra angkatnya yang jumlahnya banyak. Ketika Hj. Khoiriyah kembali ke Seblak itulah, KH. Mahfudz Anwar bersama Hj. Abidah berangkat ke Jombang tepatnya di jalan Jaksa agung suprapto no. 14 Jombang.
Kampung yang ditempati oleh KH. Mahfudz Anwar sekeluarga itu asalnya adalah perumahan komplek Belanda yang pada waktu itu menjajah bumi Indonesia. Setelah agresi Jepang ke Indonesia pada th 1942, tentara Jepang berhasil menghancurkan tentara Belanda dan memaksa keluar dari Indonesia setelah 3 ½ Abad menjajah bumi Indonesia. Pada waktu itulah perumahan tersebut ditinggalkan oleh tentara Belanda, dan istrinya ditahan oleh tentara Jepang. Tanah tersebut kena bumi hangus, sehingga kondisinya porak poranda, akhirnya vakum tidak ada pemiliknya yang sah. Ada petugas yang menjaga tanah itu, namanya Pak Drais ( Suaminya ibu Kholifah, utaranya depot Abadi yang sekarang sudah meninggal. Pada waktu itu tanah ini
berupa kebon seperti Mangga dll, dan belum ada pagarnya. Rumah kosong itu kemudian diobral, akhirnya KH. Mahfudz Anwar berhasil memenangkannya. Beliau akhirnya dapat membeli tanah tersebut dengan harga kira-kira 16 Rupiah. Luas tanah tersebut lumayan luas (seperti sekarang ini Rumah, Pondok putri, dan Halaman ).
Kondisi rumah itu hancur dan porakporanda, yang ada hanya pondasi kecil, tidak ada dapur dan atap dan peralatan yang lain. Belum ada Musholla apalagi masjid dan lain-lain. KH. Mahfudz Anwar pindah ke rumah itu pada tahun 1956. KH. Mahfudz Anwar membawa 18 Santri Putrinya ( dari Pondok Seblak ) menetap dan menemani beliau disana. 18 Santri tersebut melanjutkan studi di PGA Jombang. Mereka bertempat tinggal satu rumah dengan KH. Mahfudz Anwar. Mereka menempati satu kamar panjang ( rumah itu pada waktu dulu ada dua kamar, satu kamar yang panjang untuk 18 santri putri, dan satu kamar untuk KH. Mahfudz Anwar sekeluarga ). Alangkah sederhana kehidupan KH. Mahfudz Anwar sebagai cermin keluhuran budi dan keikhlasannya dalam berjuang menegakkan agama islam. Rumah itu baru bisa ditempati setelah diperbaiki seadanya. Setelah beberapa tahun KH. Mahfudz Anwar membangun Musholla untuk tempat mengaji para Santri, lalu membeli lagi sebidang tanah sebelah selatan barat ( sekarang masjid dan komplek Multazam Pondok Putra ). Lebih dari itu KH. Mahfudz Anwar juga sering memberikan pengajian-pengajian di kampong-kampung atau kalau ada perkumpulan tetangga sehingga membuat keberadaanya semakin kokoh dan disegani oleh masyarakat sekitar. KH. Mahfudz Anwar sering diundang pada acara pernikahan dan pengajian-pengajian atau pada waktu ada acara Tahlilan dll untuk memberikan ceramah agama pada masyarakat sekitar.
Dan Kini Pondok Pesantren Sunan Ampel di Asuh Oleh KH. Taufiqurrahman,SH (Abah Taufik panggilan akrab santri) dan istrinya Umi Hj.Maryam Taufiq (Putri dari Pasangan KH. Mahfudz Anwar dan Nyai Abidah Mahfudz). Abah Taufiq (KH. Taufiqurrohman) menantu dari KH. Mahfudz Anwar. dibawah Asuhan Abah Taufiq mulai menunjukkan perkembangan dari Pondok Pesantren Sunan Ampel (PPSA). sampai sejauh ini sudah banyak fasilitas yang dibangun seperti AULA,penambahan KOMPLEK baik Putra Maupun Putri, Pusat Kesehatan Pesantren, Koperasi Pesantren dan SMU Terpadu. dan banyak alumni-alumni PPSA yang melanjutkan ke AL Azhar Mesir melalui PPSA.dan bla dilihat dari histori penerusnya, selalu berangkat dari para menantu dan kini Abah Taufiq juga dikaruniai 4 Putri. apakah nantinya penerus Sunan Ampel akan diserahkan kepada menantu juga...??? Wallohu'alam bisshowaf. Demikianlah sejarah singkat tentang Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang.
SALAM PERJUANGAN KAWAN
BalasHapusSALAM PERJUANGAN KAWAN-KAWAN SUNAM AMPEL
BalasHapusBRAVO PPSA
BalasHapusSalam kenal tuk semua warga PPSA Jombang
BalasHapus